MGt6NGZ6MaVaMqZcMaV6Mat4N6MkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Mangan Ora Mangan Kumpul




            Barangkali ungkapan Budayawan Umar Kayam di atas bukan hanya sebuah kata atau kalimat saja tetapi bahasa. Dan setiap bahasa memiliki makna yang mengikat, sebuah makna yang dapat menjadi dasar dalam berpikir dan bertindak. Apalagi kita sebagai makhluk sosial, makhluk yang berbudaya membutuhkan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang menerjemahkan hidup.
            Sebagai makhluk sosial dan berbudaya tidak hanya bisa mandiri, namun dapat menjadi tiang bagi makhluk lainnya. Sebuah tiang yang dapat menguatkan sebuah hubungan hidup hingga mencapai tujuan yang diidamkan. Dan karena itu pula dalam kehidupan ini kita membutuhkan teman, keluarga, kekasih, pasangan hidup bahkan musuh.

            Mangan ora mangan kumpul adalah ruang yang dapat menciptakan itu semua. Menciptakan teman, keluarga, kekasih, pasangan hidup bahkan musuh. Sebab dalam sebuah perkumpulan menimbulkan efek kepercayaan dan ketidakpercayaan. Mereka yang melakukan perkumpulan tidak hanya berguyon. Tetapi, dalam perkumpulan ada sebuah diskusi yang selalu menghasilkan ide-ide baru sehingga terlahirlah karya-karya baru.
            Berkumpul juga dapat menemukan sebuah solusi dari permasalahan yang dihadapi baik itu secara individu maupun secara menyeluruh, baik itu masalah yang bersifat lahir atau masalah bathin. Tradisi ini sudah sangat lama berkembang di masyarakat kita, di dalam diri kita masing-masing. Sebuah budaya yang mencerminkan kesederhanaan namun menghasilkan hal yang luar biasa.




            Lalu, siapa saja yang berkumpul sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa? Apakah mereka kaum intelektual? Pertanyaan itu tidak akan pernah menemukan jawaban, sebab terlalu khusus. Orang-orang yang berkumpul adalah mereka yang hidup di dunia ini. Tidak harus kaum intelektual, tidak harus kaum borjuis, tidak harus para pejabat. Tetapi siapa saja boleh melakukan perkumpulan, menuangkan kegelisahan dalam pikiran masing-masing, berdiskusi tentang keadaan yang baru-baru saja terjadi, atau sekadar bercanda ria untuk melepas penat di zaman yang serba sibuk akhir-akhir ini.
            Perkumpulan dapat membentuk seseorang berkarakter, memiliki pandangan hidup yang terarah, menerangkan yang gelap dan mencairkan yang padat. Tetapi bisa juga sebaliknya, perkumpulan dapat menimbulkan sikap tertutup, bahkan kebencian-kebencian akan tumbuh dalam hati. Semuanya bisa saja terjadi, tergantung motivasi para individu yang datang untuk berkumpul. Sehingga sebuah perkumpulan bisa saja menjadi “to be” secara individu dan keseluruhan atau tidak pernah menjadi sama sekali “not to be” secara individu dan keseluruhan.


            Lalu apa yang dibutuhkan dalam sebuah perkumpulan agar segala motivasi yang dihadirkan selalu mencapai titik “to be”? Jawabannya adalah persahabatan. Sebab istilah ini menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial.
            Hubungan ini melibatkan pengetahuan, penghargaan dan afeksi. Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukan kesetiaan satu sama lainnya, seringkali hingga pada altruisme. Selera mereka biasanya serupa mungkin saling bertemu, dan mereka menikmati kegiatan-kegiatan yang mereka sukai, seperti berteater.
            Oleh karena itu, mangan ora mangan kumpul adalah sebuah bahasa yang menimbulkan sikap persahabatan hingga dapat mencapai sebuah keberhasilan dalam perkumpulan. Mari, kita isi jiwa ini dengan persahabatan kepada orang lain, alam bahkan dengan Tuhan.   


Share This Article :
Nana Sastrawan

Nana Sastrawan adalah nama pena dari Nana Supriyana, S.Pd tinggal di Tangerang, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Menulis sejak sekolah menengah pertama, beberapa karyanya banyak dimuat di berbagai media, tulisan skenarionya telah dan sedang difilmkan. Ia senang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan di Indonesia. Dia juga sering terlihat hadir di berbagai kegiatan komunitas seni dan sastra Internasional, kerap dijumpai juga tengah membaca puisi, pentas teater dan sebagai pembicara seminar. Laki-laki yang berprofesi sebagai pendidik di sekolah swasta ini pernah menjadi peserta MASTERA CERPEN (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Dia juga menerima penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015. Karya sastranya berupa buku kumpulan puisi adalah Tergantung Di Langit (2006), Nitisara (2008), Kitab Hujan (2010). Beberapa karya sastranya berupa puisi dan cerpen tergabung dalam Menggenggam Cahaya (2009), G 30 S (2009), Empat Amanat Hujan (2010), Penyair Tali Pancing (2010), Hampir Sebuah Metafora (2011), Kado Sang Terdakwa (2011), Gadis Dalam Cermin (2012), Rindu Ayah (2013), Rindu Ibu (2013). Dan beberapa novelnya adalah Anonymous (2012). Cinta Bukan Permainan (2013). Cinta itu Kamu (2013). Love on the Sky (2013). Kerajaan Hati (2014). Kekasih Impian (2014). Cinta di Usia Muda (2014). Kumpulan Cerpennya, ilusi-delusi (2014), Jari Manis dan Gaun Pengantin di Hari Minggu (2016), Chicken Noodle for Students (2017). Tahun 2017 dan 2018 tiga bukunya terpilih sebagai buku bacaan pendamping kurikulum di SD dan SMA/SMK dari kemendikbud yaitu berjudul, Telolet, Aku Ingin Sekolah dan Kids Zaman Now. Dia bisa di sapa di pos-el, nitisara_puisi@yahoo.com. Dan di akun medsos pribadinya dengan nama Nana Sastrawan. Atau di situs www.nanasastrawan.com. Karya lainnya seperti film-film pendek dapat ditonton di www.youtube.com.

5871077136017177893