MGt6NGZ6MaVaMqZcMaV6Mat4N6MkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Atas Nama Cinta

Setelah kututup pintu, aku duduk di tepi ranjang. Kuletakan tas ransel di samping kaki, kulepaskan baju lalu kulemparkan ke atas kursi. Aku menata napas, melepaskan lelah yang berkepanjangan serupa keringat yang mengucur di terik matahari, keringat dari seorang pekerja kasar. Namun, lelah itu menyergap pikiranku.
            Kedua mataku mengamati seluruh isi kamar, tidak ada yang berbeda, semua benda yang berada di sini memiliki kesamaan dengan kamar lainnya yang sering kujumpai. Hanya, ada sebuah lukisan yang terpajang tepat di depanku. Lukisan hujan.
            Dua ratus kilo meter jarak yang aku tempuh menuju tempat ini. Dengan harapan aku menemukan sebuah pembenaran tentang hal yang akan aku lakukan. Akan tetapi, sepanjang perjalanan aku menemukan ribuan kata ‘tidak’ memadamkan api dalam hati, sebuah nyala yang dapat membakar seluruh tubuh.
            “Apakah kamu akan bertanggung jawab?” tanyaku.
            “Kamu tidak harus cemas.”
            Setelah itu asap rokok mengepul dari rongga mulutnya, serupa asap dari api yang baru saja membakar ilalang kering di tepi hutan. Api itu yang aku takutkan, dia akan merambat ke tengah hutan, menghanguskan apa yang ada di sekitarnya, seolah dia tidak ingin dipadamkan. Menciptakan asap-asap, mengepung kota, mengabutkan sebuah negeri.
            Lelaki tidak pernah rela jika tidak meninggalkan luka. Mungkin baginya, luka adalah sebuah hujan di musim kemarau, menyisakan senyum keindahan. Namun, bagi seorang perempuan, luka dari seorang laki-laki adalah dosa.
            “Tapi, ini yang pertama kali.”
            Aku memberanikan diri untuk berkata, walaupun pita suaraku tersumbat oleh asap rokok.
            “Yang pertama adalah yang terbaik. Yang pertama adalah permulaan untuk membuka jalan ke arah selanjutnya. Jangan terlalu keras kepala hidup di jaman sekarang, semua sudah berubah, segalanya telah diberikan jalan keluar.”
            Matanya memandang ke seluruh tubuhku. Aroma kelakiannya semakin tercium, terasa kental, menarik hasrat kewanitaanku.
            “Cinta adalah sembunyi,” katanya.
            Aku tahu maknanya dari kalimat itu sebab kami memang menjalin kisah percintaan secara sembunyi-sembunyi. Dari keluarga, dari teman-teman, bahkan kalau bisa, dia juga ingin menyembunyikan cinta kami dari Tuhan. Dan hingga sekarang, dia menyakini bahwa cinta kami masih tersembunyi, dari Tuhan.
            “Apakah kamu benar-benar mencintaiku?”
            Dia malah tertawa mendengar pertanyaanku itu. Mungkin aku terlihat bodoh bertanya seperti itu, atau pertanyaan itu memang dimiliki oleh orang-orang bodoh?
            “Mari kita buktikan!”
            Kemudian dia mencium bibirku. Terasa hangat, sekujur tubuh ini mendidih, api telah membakar sekarang. Dia tidak ingin menghentikan birahi yang semakin memuncak, sementara aku berada dalam ketidakseimbangan. Aku mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke atas kasur.
            “Ada apa?” tanyanya dengan dengus napas yang tidak beraturan.
            “Kamu belum menjawab pertanyaanku?”
            “Baiklah, aku mencintaimu.”
            Setelah berkata, dia langsung menubrukku. Menyerang dengan bibirnya, kemudian merebahkan aku di atas kasur. Aku sudah tidak berdaya, sudah terlanjur jatuh cinta, walaupun hati belum sepenuhnya menyetujui persetubuhan ini. Atas nama cinta, aku rela diperkosa oleh kekasihku sendiri, berkali-kali.


     


Nana Sastrawan Grafika Resort Cikole


            
Share This Article :
Nana Sastrawan

Nana Sastrawan adalah nama pena dari Nana Supriyana, S.Pd tinggal di Tangerang, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Menulis sejak sekolah menengah pertama, beberapa karyanya banyak dimuat di berbagai media, tulisan skenarionya telah dan sedang difilmkan. Ia senang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan di Indonesia. Dia juga sering terlihat hadir di berbagai kegiatan komunitas seni dan sastra Internasional, kerap dijumpai juga tengah membaca puisi, pentas teater dan sebagai pembicara seminar. Laki-laki yang berprofesi sebagai pendidik di sekolah swasta ini pernah menjadi peserta MASTERA CERPEN (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Dia juga menerima penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015. Karya sastranya berupa buku kumpulan puisi adalah Tergantung Di Langit (2006), Nitisara (2008), Kitab Hujan (2010). Beberapa karya sastranya berupa puisi dan cerpen tergabung dalam Menggenggam Cahaya (2009), G 30 S (2009), Empat Amanat Hujan (2010), Penyair Tali Pancing (2010), Hampir Sebuah Metafora (2011), Kado Sang Terdakwa (2011), Gadis Dalam Cermin (2012), Rindu Ayah (2013), Rindu Ibu (2013). Dan beberapa novelnya adalah Anonymous (2012). Cinta Bukan Permainan (2013). Cinta itu Kamu (2013). Love on the Sky (2013). Kerajaan Hati (2014). Kekasih Impian (2014). Cinta di Usia Muda (2014). Kumpulan Cerpennya, ilusi-delusi (2014), Jari Manis dan Gaun Pengantin di Hari Minggu (2016), Chicken Noodle for Students (2017). Tahun 2017 dan 2018 tiga bukunya terpilih sebagai buku bacaan pendamping kurikulum di SD dan SMA/SMK dari kemendikbud yaitu berjudul, Telolet, Aku Ingin Sekolah dan Kids Zaman Now. Dia bisa di sapa di pos-el, nitisara_puisi@yahoo.com. Dan di akun medsos pribadinya dengan nama Nana Sastrawan. Atau di situs www.nanasastrawan.com. Karya lainnya seperti film-film pendek dapat ditonton di www.youtube.com.

5871077136017177893