Oleh Nana Sastrawan
AKU selalu
tertawa ketika merasakan kepedihan dalam hidup ini. Tertawa membuatku senang,
meninggalkan kemarahan dan dendam dalam hati. Hidup dalam dunia yang meriah
seperti sekarang ini tak berguna jika setiap hari hanya menangis dan meratapi
nasib. Segalanya sudah tersedia di dunia ini. Aku harus menikmatinya. Tertawa
juga bagian dari kesehatan, banyak ahli kedokteran menyatakan bahwa tertawa
dapat membuat awet muda, menjauhkan dari stres dan memudahkan memiliki banyak teman.
Dulu, ketika pertama kali aku
melamar pekerjaan setelah lulus kuliah dan selalu gagal, aku tertawa. Aku tidak
ingin kegagalan itu membuatku putus asa dan pemurung. Aku terus berusaha untuk
mendapatkan pekerjaan, sebab menjadi pengangguran itu sangatlah tidak enak,
membebani orang lain. Tetapi, aku selalu gagal. Entah, padahal aku lulusan
kampus ternama, nilai-nilaiku bagus, penampilanku juga baik.
Kegagalan-kegagalan itu membuat
orang-orang di sekitar tidak mempercayaiku lagi, terutama keluarga, mereka
sangat kecewa terhadap diriku.
“Ayah sudah habis-habisan untuk
biaya pendidikanmu!”
“Iya Ayah. Aku sedang berusaha terus
mendapatkan pekerjaan.”
“Mau sampai kapan kamu jadi
pengangguran? Harta Ayah semua habis olehmu dan Ibumu!”
Wajah lelaki itu terlihat lebih
kusut saat ini. Mungkin akibat terlalu memikiran ibu yang sudah hampir setahun
bolak-balik rumah sakit tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh. Dia juga sudah
membawanya kemanapun, mengobatinya dengan apapun tetapi malah semakin parah.
Dia juga pernah ditipu oleh dukun praktek bodong, ratusan juta melayang, namun
dia tetap tidak putus asa untuk menyembuhkan ibu. Rasa cintanya telah membuat
ayah menjadi seorang lelaki yang bertanggung jawab.
“Ayah harap kamu mengerti kondisinya
sekarang,” ucap ayah.
Itulah ucapan terakhir ayah
kepadaku. Setelah itu dia tidak pernah bicara lagi sejak kematian ibu. Dia
menjadi pendiam dan pemurung. Hidupnya sehari-hari hanya memandang foto
pernikahan di dinding kamarnya hingga pada akhirnya dia juga meninggal dalam
keadaan sedih. Rasa cintanya telah membunuh dirinya sendiri. Itulah akibat jika
tidak tertawa, maka aku pun tertawa menerima kepedihan itu dalam hidup ini.
Setelah tertawa semuanya berjalan normal kembali, aku tidak merasakan sakit di
dalam dada yang menyiksa.
Kini hidupku hanya seorang diri,
beban kreditan rumah dan mobil menjadi tanggung jawabku. Aku adalah anak
tunggal, ayah dan ibuku juga anak tunggal. Nenek dan Kakek telah meninggal, aku
juga sulit melacak keberadaan sepupu-sepupu ayah dan ibu yang merantau ke
kota-kota lain. Sebagai karyawan yang sudah lama bekerja di perusahaan swasta
ayah menerima uang santunan kematian dan pesangon yang cukup besar. Aku ahli warisnya,
uang itu menjadi modal hidupku untuk kebutuhan sehari-hari.
Suatu hari, sahabat ayahku datang ke
rumah. Wajahnya berseri-seri menemuiku, dia juga membawa titik terang dalam
kebuntuan dan kesepian dalam hidupku.
“Daripada nyari kerja nggak
dapet-dapet, mending bisnis!”
“Bisnis?”
“Iya. Sekarang banyak anak-anak muda
yang sukses berbisnis, kaya raya, punya pacar cantik, mobil mewah, perusahaan
dengan banyak anak buah, dan kerjanya cuma kelunyuran.”
“Memangnya bisnis apa?”
Dia menyeruput kopi yang aku
suguhkan, menyalakan rokok dan menghembuskan asapnya ke udara. Wajahnya semakin
berseri-seri mendengar pertanyaanku itu, seolah dia memang yakin akan
keberhasilan idenya untuk membuatku menjadi anak muda yang sukses dan kaya
raya.
“Jual beli saham.”
Aku masih bingung dengan jawabannya.
Dia kemudian menjelaskan caranya tentang jual beli saham perusahaan yang aku
sendiri sangat tidak mengerti. Tetapi karena ucapannya yang penuh dengan keyakinan,
apalagi ada banyak keuntungan yang di dapat hanya dengan berinvestasi tanpa
kerja berat, aku menjadi tertarik. Kami pun berjabat tangan, kemudian tertawa
merayakan kesepakatan.
Itulah awal tertawaku yang sangat
menyenangkan. Melepaskan pikiran-pikiran yang semerawut hanya dengan membuka
mulut, dan mengeluarkan suara, segalanya beres. Semakin hari tertawaku semakin
kencang, tetangga-tetanggaku juga mendengar suara tawaku, mereka ikut tertawa,
orang-orang yang lewat depan rumahku mendengar tawaku, mereka juga tertawa
mengikutiku. Semua yang melihatku tertawa selalu ikut tertawa. Hingga aku
menjadi terkenal, dan mendapatkan julukan si Dewa Tawa.
Pada suatu hari, Dayang menelponku.
Wanita yang sudah lama mengisi hatiku sejak di kampus dulu.
“Kita putus!”
Aku membanting telpon. Kurang ajar!
Bagaimana bisa dia dengan seenaknya memutuskan hubungan denganku. Aku sangat
sayang sekali padanya, tidak ada hari dalam pikiranku yang selalu mengingat
namanya. Apapun keinginannya selalu aku ikutin, hingga aku menghabiskan banyak
waktu, tenaga, uang untuk dirinya. Aku terduduk lemas di sofa, kuingat kembali
wajah Dayang yang selalu tersenyum ketika bertemu denganku. Sikap manjanya
membuatku tak sanggup untuk jauh walaupun hanya sejengkal. Mengingat wajahnya
yang selalu tersenyum, aku ikut tersenyum, kemudian tertawa.
“Hahahaha… Bagaimana? Mudah bukan
uang di dapat?” Pak Gufron tertawa terbahak-bahak sambil menyerahkan setumpuk
uang ratusan ribu.
Aku tak percaya, begitu cepat uang
bisa kudapat hanya dengan tertawa. Rupanya, bisnis jual beli saham yang aku
jalankan telah membuahkan hasil, kata Pak Gufron perusahaan untung besar di
pasar bebas, harga saham meningkat dan aku masih tidak mengerti dengan apa yang
dia jelaskan.
“Yang terakhir kamu beli hanya
beberapa lembar saham saja. Kalau puluhan, kamu bisa menjadi kaya mendadak,
perempuan-perempuan cantik akan dengan mudah didapat, bahkan mereka menghampiri
sendiri.”
Aku terdiam, pikiranku tiba-tiba
teringat Dayang, dendam mulai muncul.
“Mobil-mobil mewah juga tinggal
tunjuk sesuka hati,” kata Pak Gufron ketika melihatku masih terdiam.
“Caranya?” aku mulai terusik dengan
perkataan Pak Gufron, sahabat ayahku.
Pak Gufron tersenyum lebar, dia
seperti sedang melihat sebuah wanita cantik dengan dada dan pantat yang montok,
matanya terlihat berkilau menatap padaku. Sementara hatiku mulai diliputi
dendam kepada Dayang. Akan aku tunjukan padanya bahwa aku adalah laki-laki yang
tepat dan dia telah salah memutuskan hubungan denganku. Setelah Dayang
menelepon, aku segera melesat dengan sepeda motor menuju rumahnya, di sana aku
lihat dia sedang bercumbu dengan seorang laki-laki.
“Jadi ini maksud semua itu?”
“Aku sudah memutuskan!”
“Tapi Dayang… aku sangat mencintaimu!”
“Aku tidak. Aku juga punya masa
depan, aku tidak ingin hidup dengan laki-laki pengangguran dan sial seperti
kamu!”
Sial? Aku laki-laki sial? Mengapa
Dayang tega mengucapkan itu semua kepadaku setelah bertahun-tahun pacaran,
setelah segalanya telah aku berikan? Bahkan tidak sedikit uang yang aku
keluarkan hanya untuk mengikuti obsesinya berpakaian, membeli alat kecantikan
dan lain-lain yang membuat kantongku kempes. Kulihat laki-laki itu; pakaiannya,
sepatunya, jam tangannya, telpon genggamnya, mobilnya dan wajahnya. Sialan!
“Gimana?” tanya pak Gufron
membuyarkan lamunanku.
“Gimana apanya Pak?” tanyaku balik.
“Loh… gimana toh. Tadi sudah Bapak
jelaskan.”
“Mmm… baiklah!”
“Hahahahaha… itu baru laki-laki!”
Pak Gufron tertawa senang, dia
menepuk-nepuk pundakku yang masih terdiam. Namun mendengar tawanya yang
terbahak-bahak dan tidak berhenti akhirnya tawaku ikut meledak. Bayang-bayang
Dayang perlahan memudar, bermunculan bayang-bayang dunia gemerlap mengitari
diriku. Aku menjadi kaya-raya, perempuan akan bertekuk lutut padaku, dan aku
tidak akan terhina di mata orang-orang. Aku adalah anak muda yang kaya-raya,
pembisnis sukses, tanpa harus bekerja, uang datang dengan sendirinya. Aku
tertawa terbahak-bahak.
Setelah kesepakatan itu, pak Gufron
meminta yang aneh-aneh. Dari uang tunai, sertifikat tanah, dan harta benda
lainnya. Katanya, pasar bebas sedang ramai, aku harus membeli berlembar-lembar
saham agar keuntungannya berlipat ganda. Ini kesempatanku untuk menjadi orang
muda yang kaya raya. Eksekutif muda! Untuk memenuhi hasrat itu semua, aku ikuti
saran pak Gufron, toh dia sudah
membuktikan dengan memberiku tumpukan uang ratusan ribu. Tentu, yang ini pun
akan menghasilkan yang lebih besar lagi. Kini, aku menyewa satu kamar untuk
tempat tinggal, kemudian kurebahkan tubuh di atas kasur, sambil menatap
langit-langit kamar, aku melihat langit-langit mimpi menjadi biru, hujan duit
berjatuhan. Aku tertawa.
Sehari, seminggu, sebulan, setahun,
sewindu, tawaku semakin nyaring. Dimana pun aku berada aku tertawa. Hatiku kini
sudah tidak diliputi rasa sedih, tawa yang telah menghapus semua kesedihanku.
Orang-orang melihatku, mereka juga ikut tertawa, menyaksikan tingkahku dengan
pakaian kumal, compang-camping, rambut kotor dan gimbal. Namun aku tetap
tertawa, memamerkan gigi-gigiku yang hitam. Aku melihat langit mimpiku semakin
berwarna. Hahahahahaha ….
“Dasar Edan!”
Cerpen ini juga telah dimuat di http://puan.co/2017/12/langit-mimpi/
2017
Nana Sastrawan, seorang guru yang menulis, pernah
meraih penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan Pusat Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2015.
Share This Article :
comment 1 komentar
more_vert♥ ♠ ♦ ♣ TAIPANPOKER ♥ ♠ ♦ ♣
March 27, 2018 at 2:04 AMMenang Besar Dengan Bonus Melimpah .
Hanya Bersama Kami taipanpoker .org
NEW GAMES NEW LUCK
Buruan Coba Hokimu Di Permainan Baru Kami
****BANDAR66****
8 GAME POKER DALAM 1 AKUN :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
- *NEW*Bandar66
Nikmati Bonus-Bonus Melimpah Yang Bisa Anda Dapatkan Di
Situs Kami taipanpoker .org Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^
Keunggulan TAIPANPOKER :
- Rating Kemenangan Terbesar
- Bonus TurnOver Atau Cashback 0.3% Di Bagikan Setiap 5 Hari
- Bonus Referral Dan Extra Refferal Seumur Hidup
- Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20.000,-
- Tidak Ada Batas Untuk Melakukan Withdraw/Penarikan Dana
- Pelayanan Yang Ramah Dan Proses Deposit / Withdraw Cepat
- Dengan Server Poker-V Yang Besar Beserta Ribuan pemain Di Seluruh Indonesia
- NO ADMIN l NO ROBOT 100% Player Vs Player
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Jadi Tunggu apa lagi ?
Klik >>>Daftar<<<
Ambil Gadgetmu Dan Bergabung Berasama Kami
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami
CONTACT US :
BBM : D86F2BAD
WA : +85587554605