Foto diambil Ketika Nana Sastrawan Mengisi Seminar Menulis di Universitas Pamulang |
“Hai! Kamu Ari?” tanyanya.
“Iya.Tapi…”
“Aku Noura, teman sekolahmu dulu!” dia memotong ucapanku, wajahnya tiba-tiba berseri.
Aku terkejut—Noura adalah mantan kekasihku ketika aku masih sekolah, dia sungguh berbeda. Lebih cantik, fashionable dan seksi. Dulu, dia tidak seperti ini, sangat terkesan posesif, dan pemurung. Itulah mengapa aku memutuskannya.
“Nou… Noura? Wow…. It’s true? Aku belum percaya ini!” seruku.
“It’s me… Noura, si Perempuan menyebalkan!” kemudian dia tertawa.
Aku tersipu malu—kata-kata itu memang sering aku ucapkan kepadanya ketika berpacaran dulu. Memang sewajarnya aku mengatakan itu, sebab Noura yang dulu adalah seorang wanita yang selalu mengeluh, tentang dirinya, kesehatannya, keluarganya dan mungkin pelajarannya, atau guru-gurunya.
“Terima kasih untuk semua yang telah kamu berikan padaku,” katanya lalu duduk di depanku.
Aku tertegun. “Maksudmu?” tanyaku.
“Jika saja kamu tidak memutuskanku, mungkin aku tak akan terluka, dan mungkin juga aku tidak mungkin bisa mengubah diriku,”
“Mmm…maafkan aku Noura,”
“Tidak! Jangan kamu meminta maaf! Sebagai wanita, aku memang harus lebih periang, percaya diri, dan tentu saja pintar, aku sudah menyadari itu semua. Dan hasilnya, aku menjadi seorang wanita karir, tentu saja cinta dari seorang pria idaman.”
Kuminum kopi yang telah tersedia di atas meja. Mataku mencoba mengalihkan pandangan ke sekitar kafe ini, masih terlalu sepi, padahal kota besar. Walaupun suasana masih pagi, tetapi kafe adalah tempat makan pagi yang paling diminati oleh orang-orang kota.
“Apa kamu sudah menikah?” tanyanya.
“Belum, aku sedang mencari yang cocok,” jawabku.
“Wah… kebetulan sekali!”
“Kebetulan?” tanyaku, sedangkan hatiku berdebar-debar. Apa mungkin Noura masih mencintaiku? Dan untuk saat ini, aku memang terpesona padanya.
“Iya… kebetulan, aku sedang breakfast dengan calon suamiku, itu dia!” dia menunjuk ke salah satu pengunjung kafe.
Kemudian, Noura mengajakku berkenalan dengannya, hatiku terbakar api cemburu—entah mengapa ada perasaan gelisah ketika kami mengobrol. Lalu dia mengajak aku untuk makan pagi bersama, disaat mengobrol, dalam hatiku berkata: aku akan mendapatkan kembali Noura, harus! Titik.
comment 0 komentar
more_vert