MGt6NGZ6MaVaMqZcMaV6Mat4N6MkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Mantan Terindah


Nana Sastrawan with Rizki Hanggono
 Mencintai seseorang yang telah meninggalkan kita memang sangat menyakitkan. Tapi, dia memang seorang kekasih yang paling sempurna bagiku. Meski kebanyakan orang mengatakan tidak ada manusia sempurna di dunia ini. Dia adalah mantan terindah, tak ada yang sebaik dia, tak ada yang sepintar dia, tak ada lebih pengertian selain dia. Tak pernah ada.
            Kupandang fotonya di atas meja kerja. Sebuah wajah yang selalu mengisi hari-hari di kantor. Kesibukan selalu ada setiap waktu, tak pernah terasa lelah olehku, seolah wajahnya menghilangkan rasa lelah juga penat. Ajaib!
            “Sudahlah… buang saja ke tong sampah!” ucap Tania, teman sekantorku.
            Aku hanya tersenyum. Kupandangi foto lagi, sambil memainkan pensil di sela bibir, pikiran terus menerawang ke masa lalu disaat kami saling memadu kasih, mengenang semua yang telah terlewati.
            “Jiaah… dia malah melamun.”
            Tania menggeser kursinya merapat ke tempat dudukku. Lalu, dia juga ikut memerhatikan wajah mantanku.
            “Ganteng juga. Bisa kali aku….”
            “Katanya buang ke tong sampah.”
            Tania malah nyengir kuda mendengar ucapanku.
            “Memangnya kenapa kalian putus?”
            Aku melirik wajah Tania, matanya yang memandang foto mantanku ini memang sangat serius menandakan dia tidak berbohong atau tidak sedang bercanda. Kalau dia saja mengakui kegantengan kekasihku ini, tentu dia pasti merasa sangat berat untuk melupakannya, apalagi mengenal lebih dalam.
            “Panjang ceritanya…” jawabku.
            “Tapi kamu sudah punya Ardi sekarang. Dia… nggak kalah keren kok!”
            “Semua orang nggak sama Tan.”
            Tania diam sejenak. Kedua keningnya mengkerut menandakan bahwa dia sedang berpikir. Entah apa yang tengah dia pikirkan. Aku yakin, pasti ada ide-ide gila yang muncul dalam kepalanya itu.
            “Kamu nggak sadar ya?” tanyanya.
            “Sadar? Justru ini aku udah sadar. Betapa egoisnya aku saat itu, sehingga… semuanya terjadi begitu saja. Aku… memang udah sadar dan menyesal sekarang.”
            Tania memegang tanganku.
            “Bukan itu… kamu nggak sadar dengan perkataanmu tadi.”
            “Perkataan yang mana?”
            “Semua orang nggak sama. Itu yang kamu bilang, dan… kata-kata itu sebenarnya pas untuk kamu. Bahwa mantanmu dan kekasihmu sekarang tidak sama. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, hanya kamu memang masih egois. Terlalu mementingkan kebahagiaan sendiri tanpa memikirkan kebahagiaan pasanganmu. Jalani saja hidup ini, aku yakin kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik dari yang terbaik.”
            Deg!
Rasanya ucapan Tania menusuk jantung. Apa memang aku seperti itu? Bayang-bayang masa lalu kembali bermunculan, dan perlahan menyadarkanku bahwa setiap orang berbeda, dan aku harus mengubah sifat dan cara pandang untuk mendapatkan apa yang dinamakan sempurna.
            “Ehem!”
            Bos berdiri di belakang kami, sambil memainkan kumisnya. Kalau yang ini benar-benar membuat kami tersadar. Gawat!
Share This Article :
Nana Sastrawan

Nana Sastrawan adalah nama pena dari Nana Supriyana, S.Pd tinggal di Tangerang, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Menulis sejak sekolah menengah pertama, beberapa karyanya banyak dimuat di berbagai media, tulisan skenarionya telah dan sedang difilmkan. Ia senang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan di Indonesia. Dia juga sering terlihat hadir di berbagai kegiatan komunitas seni dan sastra Internasional, kerap dijumpai juga tengah membaca puisi, pentas teater dan sebagai pembicara seminar. Laki-laki yang berprofesi sebagai pendidik di sekolah swasta ini pernah menjadi peserta MASTERA CERPEN (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Dia juga menerima penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015. Karya sastranya berupa buku kumpulan puisi adalah Tergantung Di Langit (2006), Nitisara (2008), Kitab Hujan (2010). Beberapa karya sastranya berupa puisi dan cerpen tergabung dalam Menggenggam Cahaya (2009), G 30 S (2009), Empat Amanat Hujan (2010), Penyair Tali Pancing (2010), Hampir Sebuah Metafora (2011), Kado Sang Terdakwa (2011), Gadis Dalam Cermin (2012), Rindu Ayah (2013), Rindu Ibu (2013). Dan beberapa novelnya adalah Anonymous (2012). Cinta Bukan Permainan (2013). Cinta itu Kamu (2013). Love on the Sky (2013). Kerajaan Hati (2014). Kekasih Impian (2014). Cinta di Usia Muda (2014). Kumpulan Cerpennya, ilusi-delusi (2014), Jari Manis dan Gaun Pengantin di Hari Minggu (2016), Chicken Noodle for Students (2017). Tahun 2017 dan 2018 tiga bukunya terpilih sebagai buku bacaan pendamping kurikulum di SD dan SMA/SMK dari kemendikbud yaitu berjudul, Telolet, Aku Ingin Sekolah dan Kids Zaman Now. Dia bisa di sapa di pos-el, nitisara_puisi@yahoo.com. Dan di akun medsos pribadinya dengan nama Nana Sastrawan. Atau di situs www.nanasastrawan.com. Karya lainnya seperti film-film pendek dapat ditonton di www.youtube.com.

5871077136017177893