Setiap
permasalah tentu ada jalan keluar. Kegelapan adalah pintu untuk menuju cahaya
yang terang. Siapapun orangnya, mereka akan menemukan jalan jika mau berusaha
dan berdoa. Ini permasalah umum, setiap remaja pasti memiliki permasalahan
cinta, tapi, tidak semua remaja bersikap dewasa.
Aku belajar menyikapi ini semua
dengan kedewasaanku. Sebab, cinta membutuhkan kedewasaan, cinta bukan hanya
kasih dan sayang, tapi cinta adalah wujud dari pertumbuhan manusia.
Suara musik mengalun di kamar ini,
suara piano yang menenangkan isi hatiku. Walaupun dalam keadaan yang
berantakan, tapi musik menyatukan kembali. Mataku masih memandang layar
komputer, beberapa cerita pendek yang aku tulis tengah aku baca lagi. Aku
senang menulis cerita, sebab dengan menulis, pikiranku terasa tenang.
Pintu diketuk.
“Apa Mamah mengganggu?” tanya mamah,
setelah pintu terbuka.
Aku membalikkan badan. Mamah
melangkah menghampiriku, dia tersenyum. Senyuman seorang ibu yang bijaksana.
Kemudian, mamah duduk di atas kasur, matanya menatap ke sekililing tembok kamar
yang ditempeli poster-poster Linkin Park, Iwan Fals, W.S Rendra dan Nana
Sastrawan.
“Ada apa Mah?” tanyaku.
“Kamu ini aneh, masa anak perempuan
suka memasang poster-poster begituan?”
Aku hanya tersenyum. Bagiku tidak
aneh, sebab hatiku memang menginginkan hal-hal yang jantan. Aku bukan tipe
perempuan yang suka boneka, warna pink atau musik-musik pop.
“Jadi Mamah mau ngebahas tentang
ini?”
“Nggak juga…”
“Terus?”
Mamah diam sejenak, dia menarik
napas dalam-dalam.
“Mmm… Apa kamu siap berpisah dengan
Mamah?” tanyanya.
Aku tersentak—apa maksudnya dengan
semua ini? Mengapa tiba-tiba mamah berkata begitu?
“Aku belum mengerti, maksud Mamah
apa?”
“Hhh… kamu udah besar, udah mau
kuliah. Pasti akan jauh dari Mamah.”
“Ooh… tenang saja Mah… Bunga akan
selalu ada di samping Mamah,” aku langsung duduk di samping mamah dan
memeluknya.
Pelukan yang sangat hangat. Aku
merasa sangat nyaman jika memeluk mamah, seolah hidupku sepenuhnya milik mamah.
“Tapi, Papahmu berpikiran lain.”
Aku melepaskan pelukan mamah.
“Papah?” kataku.
Mamah mengangguk.
“Ada apa sebenarnya Mah?”
“Sebaiknya kita ke ruang keluarga.”
Mamah bangkit, lalu melangkah keluar
kamar, diikuti olehku dengan hati yang bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan
nasibku selanjutnya? Dan apa yang direncanakan oleh papah?
Sesampainya di ruang keluarga, aku
melihat papah sedang duduk sambil membaca buku. Mungkin buku tentang bisnis,
atau buku-buku motivasi bagaimana bisnis yang baik. Entahlah, yang aku tahu
papah memang senang membaca buku tentang wiraswasta dan sejenisnya.
Mamah duduk di samping papah, dan
aku duduk di depan mereka. Sebagai anak satu-satunya, aku memang sangat
disayangi oleh mereka, hampir semua kebutuhanku tidak pernah kurang, aku
beruntung dilahirkan dari keluarga yang berpendidikan dan berpenghasilan.
Sementara, di luar sana banyak sekali yang lebih kekurangan daripada aku.
“Bagaimana persiapan ujianmu?” tanya
papah.
“Mudah-mudahan lancar Pah…”
“Loh? Kok mudah-mudahan?”
“Ya… kalau belajar sih setiap hari
Pah!”
Papah tersenyum. Sepertinya dia
menangkap rasa gugup dalam diriku, aku memang sedang bertanya-tanya dalam hati,
apakah kemungkinan buruk yang akan terjadi pada diriku.
“Papah percaya sama kamu kok. Kamu
memang anak Papah yang cerdas dan berkepribadian.”
“Terima kasih Pah, aku juga nggak
mau mengecewakan Papah.”
“Papah senang dengan sikap sederhana
kamu itu, udah diberi motor masih senang dengan memakai sepeda ke sekolah,
sementara teman-temanmu banyak yang mengendarai motor dan mobil.”
“Ya… aku memang senang olahraga
juga. Naik sepeda itu sehat Pah. Coba deh, Papah ke kantor mengendarai sepeda!”
“Kamu itu bisa saja, bisa-bisa Papah
terlambat terus dong!” Papah tertawa gembira mendengar saranku.
Tidak ada mimik muka yang
tersembunyi dari papah, semua sepertinya biasanya. Tidak ada tanda-tanda hal
penting yang akan dibicarakan.
“Mmm… Sebenarnya ada apa Papah
memintaku berkumpul di sini?” tanyaku.
Papah memandang wajah mamah. Dia memastikan
pada mamah apakah sudah diberitahu atau belum, namun mamah hanya diam seribu
bahasa.
“Papah ingin kamu kuliah ke Selandia
Baru. Pendidikan di sana sudah mulai bagus dan berkembang pesat.”
Sepertinya tubuh ini beku. Mungkin
aliran darahku yang tidak lancar akibat terkejut mendengarnya. Bagaimana
mungkin papah memiliki pemikiran seperti itu? aku tidak bisa meninggalkan
keluarga ini, mamah akan sangat merindukanku, dan tentu saja aku tak akan
pernah bisa lepas dari mamah.
Sumber foto dari www.google.com
Share This Article :
comment 0 komentar
more_vert