Pada
tanggal 18 Agustus 2018, kampus Unis ramai disesaki oleh mahasiswa dan
komunitas-komunitas seni dan sastra di Tangerang, di antaranya Komunitas Biola
Tangerang, Komunitas Balai Bahasa Tangerang, Dewan Kesenian Tangerang,
Komunitas Pantomime, komunitas musikalasasi dan komunitas seni dan sastra yang
berada di dalam kampus tersebut. Mereka berkumpul untuk merayakan puisi di hari
kemerdekaan Indonesia.
Acara tersebut dinamakan ‘panggung
hitam’ suatu gerakan apresiasi seni dan sastra yang dipopulerkan oleh Unit
Kegiatan Mahasiswa di Unis, acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia raya
3 stanza, pembacaan proklamasi dan pancasila. Semua yang hadir begitu khidmat
mengikuti pembukaan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penampilan-penampilan
komunitas yang menunjukan perbedaan atraksi, melihat acara tersebut seperti
melihat kebhinekaan Indonesia dalam satu panggung.
Akan tetapi ada yang berbeda dalam
acara tersebut, beberapa penyair kampus dan penyair lokal membacakan
puisi-puisi dari tokoh-tokoh Nasional, seperti Ir. Soekarno, Muhammad Hatta,
Sanusi Pane, Muhammad Yamin dan lainnya. Seorang Penyair dari Komunitas Dapoer
Sastra Tjisaoek, Atik Bintoro yang sekarang menjabat sebagai Peneliti Utama di
Lapan, Rumpin juga memberikan orasi kebudayaan, dalam orasinya dia mengatakan
bahwa puisi tidak harus menjadikan si penulisnya menjadi seorang penyair, puisi
selalu menyimpan cita-cita besar, dan semangat untuk mencapai cita-cita
tersebut. Penyair adalah pengakuan dari publik melalaui karya-karyanya, bukan
pengakuan individu.
Atik Bintoro menceritakan
pengalamannya keliling dunia, dia melihat di negeri luar Indonesia bagaimana
setiap orang menghargai orang tersebut sebagai manusia, bukan sebagai profesi,
jabatan atau tatanan sosial. Maka, puisi juga dapat mengembalikan cita-cita
bangsa ini dalam memerdekakan rakyatnya, yaitu menjadikan manusia seperti
manusia seutuhnya sehingga tercapai adil dan makmur.
Tidak hanya itu, seorang Pantomer
asal Bogor, Yodha Pratama menghadirkan pementasan yang sangat memukau, dia
menampilkan pementasan yang berjudul ‘Rapat Kebangsaan’ yang dialih wahanakan
dari puisi karya S.S yang dimuat di majalah Soeloeh Rakyat Indonesia pada
tanggal 12 Sepetember 1928. Yodha begitu sangat luwes, dia mempresentasikan
puisi itu dalam sebuah gerak hingga penonton dapat merasakan keterikan puisi
dan gerak. Selain itu, seorang mahasiswi Unis, Audi, membacakan puisi ‘Beranta
Indera’ karya M. Hatta yang dimuat di Jong Sumatra tahun 1921. Audi begitu
sangat ekpresif dalam membacakan puisi tersebut.
Dalam acara ‘Omong-Omong Budaya’
yang menghadirkan Nana Sastrawan, seorang penulis asal Kuningan, Jawa Barat
yang kini tinggal di Tangerang, para penonton mulai aktif menyerap informasi
tentang perjalanan Puisi membentuk Bangsa Indonesia. Nana Sastrawan
mengungkapkan dalam esainya yang berjudul ‘Merayakan Puisi di Hari Kemerdekaan’
bahwa sejarah Indonesia terbangun melalui cita-cita rakyat Indonesia yang
tertuang dalam puisi-puisi kontekstual. Sebut saja, naskah sumpah pemuda dan
lagu Indonesia Raya yang peristiwanya terjadi pada tahun 1928, dimana negara
Indonesia sama sekali belum terbentuk. Nama Indonesia baru tertulis dalam dua
naskah itu dan disosialisasikan kepada masyarakat luas sehingga terjadi gerakan
bersatu dari berbagai suku yang berada di Nusantara. Inilah yang terkadang
dilupakan oleh generasi muda sekarang ini, mereka terlalu remeh memaknai puisi,
mereka mungkin menduga bahwa puisi hanya gombalan, rayuan, picisan dan
lain-lain. Tapi, pada kenyataannya puisi adalah suatu karya sastra yang
menyimpan gagasan, ide, cita-cita dan harapan yang dapat terwujud.
Nana Sastrawan pun mengajak yang
hadir untuk tetap melakukan gerakan yang berbasis pada kesenian dan kebudayaan,
sebab dari situlah dapat ditemukan suatu sejarah yang tersembunyi, dapat
ditemukan juga suatu karakter bangsa, dan pada akhirnya membentuk individu yang
mawas diri, dewasa, cerdas dan kreatif.
Acara ditutup dengan kebahagiaan dan
ramah tamah, mereka seolah masih enggan untuk meninggalkan tempat tersebut,
hingga larut malam, kampus Unis masih saja ramai dengan gelak tawa dan
dentingan cangkir kopi.
Share This Article :
comment 0 komentar
more_vert