I.
Ketika datang
gerimis bumi mendadak merasa muda
tanah-tanah
basah, dedaunan segar, alam gembira
suara tangis
bayi dari gubuk reyot menyela
gelak tawa
bahagia
kelahiran
membawa udara
bagi sesiapa dirundung
petaka
Hang Tuah diberi
nama
II.
Di masa kecil,
ia tersembunyi tak bertuan
semua orang
merasa asing
anak yang malu
akan kemiskinan
hidup di pesisir
sebagai nelayan Bintan
berbadan air
garam
bermata ikan
bernaluri
gelombang
III.
Di masa muda, ia
berguru silat
perompak
ditumpas
kebiadaban
adalah musuh terbesar
pemerasan dan
kekejaman seperti
ribuan kelelawar
membantai buah-buah
petani
Hang Tuah,
berseru, angkat senjata
Hang Jibet, Hang
Kasturi, Hang Lekir, Hang Lekiu
bergerak maju
kejahatan
tumbang oleh pedang
rapuh karena
keris
dikoyak tombak
menggelepar di
tanah
dimakan rayap
IV.
Bendahara
kerajaan dari Malaka tergopoh-gopoh
membawa titah
raja
perjuangan
adalah hak segala rakyat
negara subur dan
makmur dilindungi oleh kebenaran
keberanian yang
bersemayam dalam jiwa
tangguh seperti
badai
maka,
diangkatlah dia menjadi laksamana
menjaga Malaka
persatuan
seperti kumpulan lidi
terikat lalu
menyapu pikiran asing
yang menjajah,
memperkosa hak hidup
orang pribumi
Politik seperti
kaum penjajah
mengadu domba
demi Portugis
bangsa Jawa dan
Melayu ditarungkan
dengan fitnah
dan siasat rahasia
Hang Tuah
menikam Taming Sari
V.
Matahari sudah
tua
cahaya hanya
menerangi semesta
tidak menelusup
kepada sanubari
tanpa menyinari
kegelapan di lorong hati
kebenaran dalam
jiwa seseorang seperti api
pada lilin
padam jika angin
berhembus
meniupkan
pikiran-pikiran kejujuran
Hang Tuah
dianiaya oleh kesesatan
dari mulut
kebencian, iri dan dengki
dia akan dihukum
mati
tertuduh
bersetubuh
Hang Jibet murka
Sebagai kawan,
melawan adalah kesetiakawanan
rakyat
kacau-balau
raja dirundung
kabut kegetiran
VI.
Hang Tuah
dibebaskan dari hukuman raja
dari tempat
persembunyian
dia menjelma
rajawali
janji pada tanah
air
untuk hidup atau
mati
demi kejayaan
ibu pertiwi
kawan
memberontak dijegal
lawan menyerang dihalau
Hang Jibet gugur
di tangannya
Hang Tuah
memandang langit
menyaksikan biru
menatap korban
peperangan
tahta adalah
kesombongan
harta adalah
keserakahan
ia merintih
dalam hati
VII.
Demi malam hening
ia berjanji akan
menyerah
kepada gelombang
yang menyisir
tepi lautan
di pinggir
lembah
ia akan diam
terbaring
ditemani angin
hanya bulan di
sela ranting
pada tanah
ia ucapkan
sumpah
‘Tak akan Melayu
hilang di Bumi’
2018
Puisi karya Nana Sastrawan ini telah dimuat dalam buku Jazirah; Jejak Hang Tuah dalam Puisi di acara Festival Sastra Internasional Gunung Bintan.
Share This Article :
comment 0 komentar
more_vert