MGt6NGZ6MaVaMqZcMaV6Mat4N6MkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Buku Baru Nana Sastrawan


KITAB HUJAN, kumpulan puisi Nana Sastrawan, sudah bisa Anda nikmati. Buku ini diterbitkan oleh Halaman Moeka. Berikut ini beberapa komentar tentang buku tersebut :
Membaca puisi-puisi Nana terasa kental nuansa kepahitan dan kegetiran dalam kehidupan yang tak terpahamkan. Jadilah itu kabut yang menutup pandang tentang kenyataan. Membangkitkan sejuta pertanyaan pertanyaan yang bahkan dia sendiri telah menyerah dalam mencari jawab nya dengan melingkarkan jawaban adalah sebagai pertanyaan itu sendiri. Entah yang ditulisnya adalah perjalanan hidupnya sendiri atau hanya sekedar imajinasinya saja, namun keberaniannya untuk mengungkapkan sangat layak untuk dibaca dan diacungin ibu jari karena apa yang dituliskannya adalah salah satu penafsiran atas penglihatannya tentang kehidupan meskipun kabut mencoba menutupinya. (DR. Ir. Loektamadji A. Poerwaka M.T. M.H. - pencinta sastra)



“…tak terelakan, kita akan terdiam di tengah kesendirian…” (Kidung Kematian) adalah salah satu larik yang menarik bagi saya. Atau, dengan kata lain, demikianlah puisi-puisi Nana hidup dan berawal dari kesendirian. Ia serta merta mengkristalisasikan pengalamannya berjalan ke berbagai tempat, ruang, dan waktu seperti dalam sajak Pelabuhan Ratu, Kota, atau Tengah Malam. Dalam kesendirian juga ia berbicara tentang sosok dan tokoh, seperti Ibuku Perempuan Gila, Perempuan, atau sajak-sajak yang ia dedikasikan bagi WS Rendra juga Mbah Surip.
Rupanya, Nana paham betul bagaimana seharusnya ia menyikapi kesendiriannya. Ia berhasil mereka ulang pengalamannya sebagai puisi. Selain mereka ulang, ia juga menyatakan sikap yang tegas melalui cara pandangnya sendiri atas segala hal yang terjadi, dan melingkupi dirinya. Maka, tidak heran, jika puisi-puisi Nana begitu khusyu mengolah kesendirian sebagai simulacrum. (Yopi Setia Umbara – penyair)


Puisi-puisi Nana Sastrawan adalah sebuah naskah panjang yg tak akan pernah bisa selesai hanya dengan satu kali pementasan. Ada babak babak dan adegan yg sepertinya tidak terangkai tapi memiliki keterkaitan.
Saya melihat ada pesan tragis yg dititipkan oleh sipenyair pada tokoh-tokoh (yg entah sipenyair itu sendiri atau orang lain) dalam puisi-puisinya yg ketika dimaknai dengan kata-kata seperti mencungkil semangat untuk bergerak dan hidup. Meski bentuknya bisa saja komedi sekalipun. Di sinilah kekhasan atau keunikan puisi-puisi Nana, yaitu kentalnya visualisasi yg imajiner baik suasana, bentuk ruang, juga tokoh-tokohnya. Sehingga bagi saya hal itu menarik sekali untuk diapresiasikan dalam sebuah bentuk pertunjukan ritual yg bernama teater. (Ayak MH - sutradara Teater KOIn)

Nana adalah tubuh puisi yang hidup. Saya curiga puisi-puisinya di buku ini adalah matanya, hidungnya, telinganya, dan segala indranya yang lain. (Pringadi Abdi Surya - penyair dan cerpenis)

Share This Article :
Nana Sastrawan

Nana Sastrawan adalah nama pena dari Nana Supriyana, S.Pd tinggal di Tangerang, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Menulis sejak sekolah menengah pertama, beberapa karyanya banyak dimuat di berbagai media, tulisan skenarionya telah dan sedang difilmkan. Ia senang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan di Indonesia. Dia juga sering terlihat hadir di berbagai kegiatan komunitas seni dan sastra Internasional, kerap dijumpai juga tengah membaca puisi, pentas teater dan sebagai pembicara seminar. Laki-laki yang berprofesi sebagai pendidik di sekolah swasta ini pernah menjadi peserta MASTERA CERPEN (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Dia juga menerima penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015. Karya sastranya berupa buku kumpulan puisi adalah Tergantung Di Langit (2006), Nitisara (2008), Kitab Hujan (2010). Beberapa karya sastranya berupa puisi dan cerpen tergabung dalam Menggenggam Cahaya (2009), G 30 S (2009), Empat Amanat Hujan (2010), Penyair Tali Pancing (2010), Hampir Sebuah Metafora (2011), Kado Sang Terdakwa (2011), Gadis Dalam Cermin (2012), Rindu Ayah (2013), Rindu Ibu (2013). Dan beberapa novelnya adalah Anonymous (2012). Cinta Bukan Permainan (2013). Cinta itu Kamu (2013). Love on the Sky (2013). Kerajaan Hati (2014). Kekasih Impian (2014). Cinta di Usia Muda (2014). Kumpulan Cerpennya, ilusi-delusi (2014), Jari Manis dan Gaun Pengantin di Hari Minggu (2016), Chicken Noodle for Students (2017). Tahun 2017 dan 2018 tiga bukunya terpilih sebagai buku bacaan pendamping kurikulum di SD dan SMA/SMK dari kemendikbud yaitu berjudul, Telolet, Aku Ingin Sekolah dan Kids Zaman Now. Dia bisa di sapa di pos-el, nitisara_puisi@yahoo.com. Dan di akun medsos pribadinya dengan nama Nana Sastrawan. Atau di situs www.nanasastrawan.com. Karya lainnya seperti film-film pendek dapat ditonton di www.youtube.com.

avatar

Kak, gimana cara ngirim naskah ke Hi-Fest ?
Tolong dibales ya kak !!

October 11, 2013 at 1:07 PM
5871077136017177893