MGt6NGZ6MaVaMqZcMaV6Mat4N6MkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Model pembelajaran dan Kultur Sosial Peserta Didik



Tugas sekolah terkadang sering menjadi hal yang menakutkan bagi peserta didik, sering juga tugas-tugas sekolah yang bersifat individu dan kelompok menjadi hal yang malas untuk dilakukan dengan berbagai alasan untuk tidak dikerjakan oleh peserta didik. Baru-baru ini, tugas sekolah sering dikritik sebagai hal yang tak berguna bagi peserta didik. Tugas-tugas sekolah malah membuat peserta didik kehilangan waktu bermain di sekitar rumah, dan bergaul dengan lingkungan. Peserta didik mengharuskan berdiam diri di rumah dalam mengerjakan tugas. Munculnya kritik dan pernyataan-pernyataan itu, saya sebagai guru berpikir. Tugas seperti apa yang diberikan oleh guru kepada peserta didik? Peserta didik pada tingkat yang mana? SD, SMP, SMA atau SMK? Dan guru tersebut menggunakan metode apa dalam memberikan tugasnya? Ini sangat penting untuk dipahami.

Di Indonesia yang memiliki beragam suku tentu berdampak kepada beragam kebudayaan. Tingkat sosial ekonomi yang beragam pula menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dalam mengenal peserta didik ketika seorang guru akan memberikan tugas atau mengajar di kelas. Mari kita perhatikan sejenak, peserta didik di dalam kelas itu sangatlah beragam karakteristik, sosial ekonomi dan latar belakang lingkungannya. Dewasa ini, kita sering menyaksikan prilaku peserta didik di luar lingkungan sekolah, atau kegiatan setelah sekolah. Mereka terkadang tidak terkontrol oleh orang tua mereka, mengikuti geng motor, komunitas anak-anak musik, mengisi waktu dengan mengamen, memarkir mobil di pinggiran toko, bermain game di warnet dan lain-lain yang kebanyakan dari mereka adalah berlatar sosial dari kalangan menengah ke bawah. Lalu, melihat fenomena seperti itu, masih tidak perlu tugas sekolah? Kegiatan-kegiatan peserta didik yang cenderung mengarah kepada hal-hal yang negatif telah semakin luas di Indonesia ini, maka tidak heran, kualitas pendidikan Indonesia melemah ketika anggaran pendidikan naik drastis dari pemerintah. Ini dibutuhkan kedewasaan dari semua pihak, agar pendidikan anak-anak Indonesia semakin maju dan berkualitas, khususnya dari peserta didik dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, karena pendidikan bagi mereka adalah hal yang sangat penting untuk mengubah nasib.

Sebagai guru, saya merasa terpanggil untuk ikut berperan serta dalam mencerdaskan anak-anak bangsa sesuai harapan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Melihat kultur sosial peserta didik yang seperti itu di sekolah, mau tidak mau saya harus mengubah metode pembelajaran, sehingga peserta didik merasa memang perlu untuk belajar. Melalui pembelajaran bahasa asing, yaitu bahasa Inggris sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu, perlahan saya membuka cara pandang dan wawasan peserta didik yang saya ajarkan. Project Based Learning adalah pilihan saya dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik, tentu saja dengan pendekatan kultur dan kehidupan mereka sehari-hari. Sebab belajar bahasa adalah belajar kehidupan sehari-hari.


Di dalam pelaksanaannya, model pembelajaran berbasis proyek memiliki langkah-langkah (sintaks) yang menjadi ciri khasnya dan membedakannya dari model pembelajaran lain seperti model pembelajaran penemuan (discovery learning model) dan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning model). Adapun langkah-langkah itu adalah; (1) menentukan pertanyaan dasar; (2) membuat desain proyek; (3) menyusun penjadwalan; (4) memonitor kemajuan proyek; (5) penilaian hasil; (6) evaluasi pengalaman.

Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan menemukan apa sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar untuk memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja topik yang dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata. Selanjutnya dengan dibantu guru, kelompok-kelompok siswa akan merancang aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing. Semakin besar keterlibatan dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan dalam proyek itu, akan semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek tersebut. Selanjutnya, guru dan siswa menentukan batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas (aktivitas) proyek mereka.

Dalam berjalannya waktu, siswa melaksanakan seluruh aktivitas mulai dari persiapan pelaksanaan proyek mereka hingga melaporkannya sementara guru memonitor dan memantau perkembangan proyek kelompok-kelompok siswa dan memberikan pembimbingan yang dibutuhkan. Pada tahap berikutnya, setelah siswa melaporkan hasil proyek yang mereka lakukan, guru menilai pencapaian yang siswa peroleh baik dari segi pengetahuan (knowledge terkait konsep yang relevan dengan topik), hingga keterampilan dan sikap yang mengiringinya. Terakhir, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi semua kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek yang telah mereka lakukan agar di lain kesempatan pembelajaran dan aktivitas penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi.

Inilah hasil dari pembelajaran metode ini, setiap peserta didik saling membantu, saling mengisi kekosongan. Tentu saja, tugas sekolah menjadi hal yang menyenangkan dan mereka memiliki kegiatan yang positif di luar sekolah. Ada banyak hal yang belum sempurna dari hasil peserta didik mengerjakan tugas ini, akan tetapi dalam belajar boleh salah bukan? Dari situ akan mengetahui hal yang benar.  Silakan klik di sini. Selamat menyaksikan!

Bersambung …


Share This Article :
Nana Sastrawan

Nana Sastrawan adalah nama pena dari Nana Supriyana, S.Pd tinggal di Tangerang, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Menulis sejak sekolah menengah pertama, beberapa karyanya banyak dimuat di berbagai media, tulisan skenarionya telah dan sedang difilmkan. Ia senang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan di Indonesia. Dia juga sering terlihat hadir di berbagai kegiatan komunitas seni dan sastra Internasional, kerap dijumpai juga tengah membaca puisi, pentas teater dan sebagai pembicara seminar. Laki-laki yang berprofesi sebagai pendidik di sekolah swasta ini pernah menjadi peserta MASTERA CERPEN (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Dia juga menerima penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015. Karya sastranya berupa buku kumpulan puisi adalah Tergantung Di Langit (2006), Nitisara (2008), Kitab Hujan (2010). Beberapa karya sastranya berupa puisi dan cerpen tergabung dalam Menggenggam Cahaya (2009), G 30 S (2009), Empat Amanat Hujan (2010), Penyair Tali Pancing (2010), Hampir Sebuah Metafora (2011), Kado Sang Terdakwa (2011), Gadis Dalam Cermin (2012), Rindu Ayah (2013), Rindu Ibu (2013). Dan beberapa novelnya adalah Anonymous (2012). Cinta Bukan Permainan (2013). Cinta itu Kamu (2013). Love on the Sky (2013). Kerajaan Hati (2014). Kekasih Impian (2014). Cinta di Usia Muda (2014). Kumpulan Cerpennya, ilusi-delusi (2014), Jari Manis dan Gaun Pengantin di Hari Minggu (2016), Chicken Noodle for Students (2017). Tahun 2017 dan 2018 tiga bukunya terpilih sebagai buku bacaan pendamping kurikulum di SD dan SMA/SMK dari kemendikbud yaitu berjudul, Telolet, Aku Ingin Sekolah dan Kids Zaman Now. Dia bisa di sapa di pos-el, nitisara_puisi@yahoo.com. Dan di akun medsos pribadinya dengan nama Nana Sastrawan. Atau di situs www.nanasastrawan.com. Karya lainnya seperti film-film pendek dapat ditonton di www.youtube.com.

5871077136017177893