MGt6NGZ6MaVaMqZcMaV6Mat4N6MkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Project Based Learning dalam Belajar Bahasa Asing di Sekolah



Apakah model pembelajaran berbasis proyek itu? Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih lebih terfokus pada hasil belajar berupa pengetahuan (knowledge) semata. Itupun sangat dangkal, hanya sampai pada tingkatan ingatan (C1) dan pemahaman (C2) dan belum banyak menyentuh aspek aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).  Ini berarti pada umumnya, pembelajaran di sekolah belum mengajak siswa untuk menerapkan, mengolah setiap unsur-unsur konsep yang dipelajari untuk membuat (sintesis) generaliasi, dan belum mengajak siswa mengevaluasi (berpikir kritis) terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya. Sementara itu, aspek keterampilan (psikomotor) dan sikap (attitude) juga banyak terabaikan.


Dalam hal ini, saya mencoba mengevaluasi metode pembelajaran yang saya terapkan di sekolah dalam belajar bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris. Siswa-siswa yang telah belajar di jenjang Menengah Pertama (SMP) cenderung pasif dalam berbicara bahasa Inggris. Mereka terbiasa dengan mencatat dan mengingat, belum kepada tahap menganalisa dan mengaplikasikan teori dalam belajar bahasa Inggris. Sungguh suatu hal yang sangat berat mengubah kebiasaan itu ketika mereka masuk di Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK). Apalagi bahasa Inggris adalah bahasa asing yang jarang sekali mereka pergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya itu, lingkungan juga memengaruhi mereka dalam belajar, dikarenakan mereka bukan dari kalangan menengah ke atas, mereka cenderung mementingkan kegiatan lain, selain belajar. Sebut saja, bekerja. Ada beberapa siswa saya yang belajar di sekolah, dalam kesehariannya bekerja, menjadi tukang ojek, memarkir, bahkan ada juga yang mengamen. Di satu sisi, perhatian orang tua juga kurang terhadap mereka untuk mengontrol jadwal belajar mereka, inilah yang menyebabkan kemunduran secara kualitas berbahasa, naik tingkat tidak menjadikan mereka naik secara kemampuan akademik. Satu hal lagi yang paling mengerikan yang dapat memengaruhi mereka mundur dalam belajar, pergaulan bebas, narkoba dan tawuran. Saya, semakin prihatin terhadap perkembangan psikologi mereka.



Perlahan tapi pasti, saya terus menggencarkan metode ‘Project Based Learning’ dalam setiap pembelajaran. Awalnya tidak terlalu sukses, ada banyak hambatan, siswa cenderung sulit dikendalikan, mereka terkadang tidak ingin bergabung dalam satu kelompok yang sudah terbentuk dikarenakan mereka jarang bermain bersama satu sama lainnya. Ada lagi, pihak sekolah juga tidak mengijinkan saya untuk melakukan ini. Kenapa itu bisa terjadi? Alasannya sederhana, saya guru bahasa Inggris di SMK. Sementara, kegiatan yang saya lakukan menggunakan alat-alat multimedia yang dimiliki pihak sekolah, jadi sebagai guru bahasa Inggris saya tidak memiliki hak untuk menggunakannya. Mengapa demikian? Perhatikan sejenak!

Pertama, metode yang saya gunakan adalah pembelajaran berbasis proyek dengan pendekatan multimedia, yaitu mengaplikasikan teori dengan menjadikannya sebuah drama pendek agar siswa berani berbicara bahasa Asing. Kedua, Pembelajaran itu dilakukan di luar kelas. Ketiga, pembebasan tema atau kasus yang akan mereka analisa lalu dijadikan drama menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi sekolah. Ketiga, saya tidak menggunakan cara lama, yaitu setiap kelompok hanya bermain drama di depan kelas, melainkan saya meminta siswa merekam setiap adegan lalu dirapikan dengan aplikasi-aplikasi yang tersedia sehingga menjadi tontonan yang menarik. Keempat, ini mesti saya ulangi bahwa saya bukan guru produktif yang tidak memiliki hak memakai alat-alat multimedia, seperti, kamera, lab komputer dan lainnya. Dengan keterbatasan dan cara pandang yang sempit itu, saya tertekan dan tidak bisa mengembangkan kemampuan anak di era milenia ini.



Saya berusaha untuk tidak menyerah. Saya merasa, bahwa mereka harus menyadari bahwa bahasa Inggris adalah bahasa sehari-sehari yang biasa digunakan dalam berbicara satu dengan yang lainnya, hanya tulisan dan cara yang mengucapkan yang berbeda. Untuk mendapatkan hasil, saya harus keras kepala menolak pikiran-pikiran sempit itu. Kemudian, saya meminta semua siswa dalam melakukan Model Pembelajaran Berbasis Proyek yaitu membuat film pendek berbahasa Inggris dengan menggunakan Handphone, meskipun tetap saja ada larangan siswa membawa HP di hari-hari tertentu dari sekolah. Dari keras kepala itu, akhirnya beberapa murid berhasil mengaplikasikannya dengan menggunakan teori pembelajaran Greeting dan Simple Present Tense, meskipun masih jauh dari harapan, tapi ini proses yang harus diapresiasikan. Simaklah filmnya!
Bersambung




Share This Article :
Nana Sastrawan

Nana Sastrawan adalah nama pena dari Nana Supriyana, S.Pd tinggal di Tangerang, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Menulis sejak sekolah menengah pertama, beberapa karyanya banyak dimuat di berbagai media, tulisan skenarionya telah dan sedang difilmkan. Ia senang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan di Indonesia. Dia juga sering terlihat hadir di berbagai kegiatan komunitas seni dan sastra Internasional, kerap dijumpai juga tengah membaca puisi, pentas teater dan sebagai pembicara seminar. Laki-laki yang berprofesi sebagai pendidik di sekolah swasta ini pernah menjadi peserta MASTERA CERPEN (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Dia juga menerima penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015. Karya sastranya berupa buku kumpulan puisi adalah Tergantung Di Langit (2006), Nitisara (2008), Kitab Hujan (2010). Beberapa karya sastranya berupa puisi dan cerpen tergabung dalam Menggenggam Cahaya (2009), G 30 S (2009), Empat Amanat Hujan (2010), Penyair Tali Pancing (2010), Hampir Sebuah Metafora (2011), Kado Sang Terdakwa (2011), Gadis Dalam Cermin (2012), Rindu Ayah (2013), Rindu Ibu (2013). Dan beberapa novelnya adalah Anonymous (2012). Cinta Bukan Permainan (2013). Cinta itu Kamu (2013). Love on the Sky (2013). Kerajaan Hati (2014). Kekasih Impian (2014). Cinta di Usia Muda (2014). Kumpulan Cerpennya, ilusi-delusi (2014), Jari Manis dan Gaun Pengantin di Hari Minggu (2016), Chicken Noodle for Students (2017). Tahun 2017 dan 2018 tiga bukunya terpilih sebagai buku bacaan pendamping kurikulum di SD dan SMA/SMK dari kemendikbud yaitu berjudul, Telolet, Aku Ingin Sekolah dan Kids Zaman Now. Dia bisa di sapa di pos-el, nitisara_puisi@yahoo.com. Dan di akun medsos pribadinya dengan nama Nana Sastrawan. Atau di situs www.nanasastrawan.com. Karya lainnya seperti film-film pendek dapat ditonton di www.youtube.com.

5871077136017177893