MGt6NGZ6MaVaMqZcMaV6Mat4N6MkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Novel Sumbi, Perempuan yang Mengawini Anjing

Akhirnya buku yang ditunggu-tunggu sudah dapat dipesan. Silakan klik bit.ly/novelsumbi sudah bisa langsung pesan melalui shopee, tokopedia atau langsung ke penerbitnya. Harganya lagi didiskon gede-gedean untuk 100 pemesan awal. Pastikan sahabat Nana Sastrawan menjadi bagian pemesan awal. Dapatkan juga, Kelas Menulis Gratis bersama penulisannya, Blind Book dan Buku Edisi Bertanda Tangan.

Cerita dalam buku ini mengupas tentang kehidupan seorang perempuan yang harus melakukan sumpahnya untuk mengawini seekor Anjing. Tentu ini mustahil dilakukan oleh seorang manusia, tetapi sumpah adalah hal yang sangat sakral, ia tidak ingin melanggarnya. Buku ini menggambarkan situasi ganjil, tetapi memberikan ruang tafsir yang berbeda, bahwa di kehidupan sekarang, masih ditemukan orang-orang yang melanggar sumpah, menganggapnya main-main, bahkan sumpah hanya dijadikan tipuan.

Aku mendengar jeritan

ketika matahari berwarna darah

Itulah dua larik awal pada bab pertama di novel Sumbi, Perempuan yang mengawini Anjing. Novel yang hampir tiga tahun saya tulis dan tersimpan di laptop sekitar tiga tahun juga sambil terus dibaca ulang dan diperbaiki, di tahun ke tujuh naskah ini pun dapat diterbitkan dengan sempurna. Lalu, apa yang membuat novel ini begitu lama hingga bisa diterbitkan. Selain kesibukan saya menulis karya-karya lainnya di media, dan sesekali menggarap penulisan skenario untuk film sambil iseng-iseng bikin konten-konten film pendek di youtube Nana Sastrawan Group. Naskah ini terasa sangat menghujam dada, menggetarkan pikiran, dan mengheningkan hati. Saya harus selalu dalam keadaan jernih ketika menuliskannya.

Bisa dirasakan pada beberapa narasi atau dialog-dialog yang dihadirkan, novel yang saya tulis ini pun seolah mengajarkan saya arti kesetiaan dalam cinta, keteguhan dalam memegang janji. Meskipun terasa ada napas penyesalan, namun helaan-helaan napas itu pun menghadirkan harapan.

Yang tersisa akan terbuang. Dia adalah sisa-sisa dari dunia ini, tercampakkan karena tipu daya, demi cinta, demi sumpah untuk selalu setia. (hal. 3)

Mengalirlah bersama aliran sungai, berembuslah mengikuti arah angin. Biarlah kerinduan mengikuti langkah hidup, cinta yang abadi tidak harus memiliki, tetapi hanya cukup dirasakan. Masa lalu adalah kehancuran. Dia pergi meninggalkanmu untuk kembali, suatu hari nanti. (hal. 7)

Semua memang misteri kehidupan. Tidak akan mudah menguak tabir kehidupan, sama seperti halnya membuka isi hati seseorang. Rahasia yang paling tersembunyi, tidak akan dapat dibuka oleh seribu kunci, oleh kekuatan seribu gunung, seribu hantaman ombak dan seribu tiupan topan. (hal. 26)

Tidak semua perempuan berani melakukan apa yang telah dilakukan perempuan itu. Kalaupun ada, pastilah perempuan itu telah merasakan kehilangan dalam dirinya. Seperti perempuan itu yang harus menelan pahitnya kenyataan hidup. Tidak semua orang dapat menikmati rasa pahit, sebagian mereka memilih menghindar dan sebagiannya lagi berpikir rasa pahit adalah racun. (hal. 54)

Ada rasa sesal dari wajahnya. Sesal yang berkepanjangan, membuat luka dalam yang tak pernah bisa disembuhkan oleh waktu meski cahaya terpancar dari setiap sudut jalannya. Bayang-bayang tentu belum bisa dimaafkan oleh seorang perempuan yang mendambakan kebahagiaan hingga seluruh kebahagiaan dalam dirinya menyebabkan kebencian-kebencian. (hal. 55)

Tentu pembaca akan menemukan narasi-narasi lain yang membuat hati bergejolak, seperti ketika saya menulis buku ini. Saya, terus mendalami bagaimana rasanya kehilangan, kebencian, kegetiran, keinginan, hasrat dan keserakahan dalam memiliki segala hal. Di samping itu, saya pun harus masuk kepada psikologi seorang perempuan yang harus menjalankan sumpahnya untuk mengawini anjing, bercinta di malam hari dengan anjing, dan meski melepaskan birahinya kepada makhluk berkaki empat tersebut.

Begitulah mereka melakukannya, tidak pernah ingin mengakhiri meski keduanya telah dihujani oleh peluh. Seolah peluh-peluh itu adalah kesucian yang melunturkan kegelapan. Wajah mereka bersih dan berseri-seri tersorot cahaya bulan dan tubuhya menjadi hangat dalam kebekuan malam. Mungkin, percintaan telah melahirkan sebuah kekuatan baru dalam kehidupan mereka dan melepaskan masa lalu yang sepi, sendiri, dan asing. Mungkin jiwa-jiwa mereka telah sepakat untuk meneruskan perjalanan tanpa diselimuti keragu-raguan yang selama ini tersimpan di dalam diri mereka. (hal. 128)

Selebihnya, pembaca dapat menggalinya sendiri setelah membacanya.

Share This Article :
Nana Sastrawan

Nana Sastrawan adalah nama pena dari Nana Supriyana, S.Pd tinggal di Tangerang, lahir 27 Juli di Kuningan, Jawa Barat. Menulis sejak sekolah menengah pertama, beberapa karyanya banyak dimuat di berbagai media, tulisan skenarionya telah dan sedang difilmkan. Ia senang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan kebudayaan di Indonesia. Dia juga sering terlihat hadir di berbagai kegiatan komunitas seni dan sastra Internasional, kerap dijumpai juga tengah membaca puisi, pentas teater dan sebagai pembicara seminar. Laki-laki yang berprofesi sebagai pendidik di sekolah swasta ini pernah menjadi peserta MASTERA CERPEN (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari Indonesia bersama para penulis dari Malaysia, Brunei, Singapura. Dia juga menerima penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015. Karya sastranya berupa buku kumpulan puisi adalah Tergantung Di Langit (2006), Nitisara (2008), Kitab Hujan (2010). Beberapa karya sastranya berupa puisi dan cerpen tergabung dalam Menggenggam Cahaya (2009), G 30 S (2009), Empat Amanat Hujan (2010), Penyair Tali Pancing (2010), Hampir Sebuah Metafora (2011), Kado Sang Terdakwa (2011), Gadis Dalam Cermin (2012), Rindu Ayah (2013), Rindu Ibu (2013). Dan beberapa novelnya adalah Anonymous (2012). Cinta Bukan Permainan (2013). Cinta itu Kamu (2013). Love on the Sky (2013). Kerajaan Hati (2014). Kekasih Impian (2014). Cinta di Usia Muda (2014). Kumpulan Cerpennya, ilusi-delusi (2014), Jari Manis dan Gaun Pengantin di Hari Minggu (2016), Chicken Noodle for Students (2017). Tahun 2017 dan 2018 tiga bukunya terpilih sebagai buku bacaan pendamping kurikulum di SD dan SMA/SMK dari kemendikbud yaitu berjudul, Telolet, Aku Ingin Sekolah dan Kids Zaman Now. Dia bisa di sapa di pos-el, nitisara_puisi@yahoo.com. Dan di akun medsos pribadinya dengan nama Nana Sastrawan. Atau di situs www.nanasastrawan.com. Karya lainnya seperti film-film pendek dapat ditonton di www.youtube.com.

5871077136017177893